Baca Juga
BAB I
PENDAHULUAN
Auditor berfungsi memastikan bahwa representansi
keuangan seutuhnya bebas dari bias dan tersaji secara wajar sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum. Fungsi audit ini berkaitan
dengan kerangka-kerangka konseptual seperti agency
theory, information economics,
permintaan dan penawaran audit, atribut-atribut produk audit, dan asuransi dan
hipotesis informasi. Kesimpulan dasarnya adalah insentif-insentif ekonomi
melandasi pihak-pihak untuk memiliki dan menawarkan suatu audit. Menurut Prof.
Wallace, audit memenuhi 3 permintaan eksplisit, yaitu:
1.
Permintaan
akan adanya suatu mekanisme pengawasan
2.
Permintaan
bagi produksi informasi untuk memperbaiki keputusan-keputusan investor, dan
3.
Permintaan
bagi asuransi/jaminan agar terlindung dari kerugian yang diakibatkan oleh
informasi yang menyimpang.
Saran auditor untuk memperbaiki efisiensi operasi yang
dilakukan klien menyebabkan biaya operasi dapat dihemat, seperti biaya properti
dan asuransi kerugian keuangan menjadi lebih rendah, berkurangnya kerugian
karena kesalahan-kesalahan, biaya jasa-jasa pendukung menjadi lebih rendah, dan
semakin tinggi ketaatan pada peraturan. Ini merupakan manfaat yang diperoleh
dari pelaksanaan audit oleh auditor.
Suatu audit memungkinkan kreditor, banker, investor,
dan pihak-pihak lain untuk menggunakan laporan keuangan dengan penuh keyakinan.
Walaupun audit tidak menjamin ketepatan laporan keuangan, audit memberikan
kepastian yang layak kepada para pemakai bahwa laporan keuangan entitas yang
dimaksud menyajikan secara wajar, dalam semua yang material pada posisi
keuangan, hasil-hasil operasi, dan arus kas yang sesuai GAAP. Suatu audit
mempertinggi keyakinan pemakai bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah
saji yang material karena auditor adalah seorang yang independent, ahli yang
objektif, paham mengenai bisnis dan kewajiban-kewajiban pelaporan keuangan dan
entitas yang bersangkutan.
Laporan hasil audit berbeda secara signifikan dari
satu negara dengan negara yang lain. Laporan ini ada yang hanya berupa laporan
sederhana mengenai ketaatan terhadap kewajiban-kewajiban hukum hingga berupa
suatu suatu laporan mengenai standar-standar dan prosedur-prosedur yang
dipakai, lingkup audit, proses yang digunakan sampai dikeluarkannya pendapat
audit, kesesuaian dengan standar akuntansi yang terkait, konsistensi dari
standar akuntansi, auditing, dan pelaporan yang dipakai, pembebasan manajemen
dari tugas-tugasnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KASUS AUDIT DI DALAM NEGERI
Menerapkan proses GCG dalam suatu perusahaan bukanlah
merupakan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan
pemahaman yang jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana
seharusnya proses tersebut dijalankan. Apabila ketiga hal tersebut diatas masih
belum dimiliki oleh perusahaan, maka dapat dipastikan bahwa GCG bagi perusahaan
hanya sebagai pemenuhan peraturan (formalitas) dan belum dapat dianggap sebagai
bagian dari sistem pengawasan yang efektif.
Mengamati
kasus-kasus yang terjadi baik di BUMN maupun Perusahaan Publik, mungkin dapat
disimpulkan sementara bahwa penerapan proses GCG masih setengah hati, belum
dipahami dan diterapkan seutuhnya, terutama oleh top management sebagai pengambil keputusan strategis. Pembedahan
kasus yang terjadi di perusahaan BUMN atas proses pengawasan yang efektif akan
dapat menjadi suatu pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari
apabila kita dihadapkan pada situasi yang sama.
Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang
dialami oleh PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana
proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan, dan bagaimana peran
dari tiap-tiap organ pengawas di dalam menyajikan laporan keuangan yang tidak
salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang semestinya.
Sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pelayanan publik, PT KAI
memiliki business environment yang
berbeda dengan perusahaan swasta lainnya dan merupakan pembelajaran yang
menarik bagi semua badan pengawas perusahaan, terutama mengenai bagaimana
seharusnya pengawasan yang efektif dapat dibangun.
Kasus
Audit PT KAI
1.
Permasalahan
yang Dihadapi PT KAI
Untuk memahami akar dari
permasalahan yang terjadi, perlu dikaji beberapa hal yang signifikan terkait
dengan masalah ini, yang mungkin merupakan sumber permasalahan dari tidak
berjalannya mekanisme pengawasan (oversight) di PT KAI. Misalnya, bagaimana proses
penyusunan laporan keuangan yang berjalan selama ini? Apakah Komisaris
(termasuk Komite Audit) terlibat di dalamnya? Mengapa Komisaris baru dapat
mengidentifikasi permasalahan setelah laporan keuangan selesai diaudit oleh
auditor eksternal? Bagaimana proses dan kualitas internal control yang ada?
Apakah Komisaris dan Komite Audit berperan secara optimal dalam melakukan
pengawasan (oversight)? Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut, Ikatan
Komite Audit Indonesia akan menyelenggarakan Forum Komite Audit 13. Forum ini
akan membahas proses Good Corporate Governance (GCG) bagi Direksi,
Komisaris, dan Komite Audit, khususnya dalam membangun pengawasan yang efektif.
Kasus PT KAI bermuara pada perbedaan pandangan antara
Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak
menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor
Eksternal. Dan Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan
keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada.
Perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris
bersumber pada perbedaan pendapat mengenai:
a.
Masalah
piutang PPN
Piutang PPN
per 31 Desember 2005 senilai Rp 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus
dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya,
tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.
b.
Masalah
Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.
Saldo beban
yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan
penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite
Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.
c.
Masalah
persediaan dalam perjalanan
Berkaitan
dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari
satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai
proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah
menjadi beban tahun 2005.
d.
Masalah uang
muka gaji
Biaya
dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan
seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember
2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus
dibebankan pada tahun 2005.
e.
Masalah
Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan Penyertaan
Modal Negara (PMN)
BPYDBS
sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit
digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut
Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun
buku 2005.
Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini
tentunya didasari oleh tidak berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam
perusahaan. Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga
dapat dilakukan penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang
sama di masa yang akan datang.
2.
Penyelesaian
Untuk menjawab pertanyaan mengenai mekanisme
pengawasan yang telah dijelaskan pada latar belakang, Ikatan Komite Audit
Indonesia akan menyelenggarakan Forum Komite Audit 13. Forum ini akan membahas
Proses Good Corporate Governance bagi
Direksi, Komisaris, dan Komite Audit, khususnya dalam membangun pengawasan yang
efektif.
Tujuan
Pembentukan Komite 13
1)
Menjadi
forum pembelajaran bagi berbagai kalangan, termasuk Direksi, Komisaris, Komite
Audit, Pejabat Negara (khususnya Kementerian BUMN) maupun Auditor Eksternal
didalam memahami proses Good Corporate
Governance melalui bedah kasus nyata.
2)
Memahami
permasalahan secara komprehensif mengenai bagaimana membangun pengawasan yang
efektif dan bagaimana sebaiknya badan pengawas baik Direksi, Komisaris dan Komite
Audit menyikapi permasalahan ini.
3)
Mendapatkan
gambaran mengenai batasan dan ruang lingkup pelaksanaan peran dan tanggung
jawab Komite audit, Komisaris, dan Direksi dalam menjalankan fungsi pengawasan
(oversight) atas penyusunan laporan keuangan.
4)
Mendapatkan
gambaran apakah due process telah
berjalan dengan baik, khususnya yang menyangkut Komite Audit dan hal-hal apa
saja yang perlu mendapatkan perhatian baik dari Direksi, Komisaris, maupun
Komite Audit didalam membangun pengawasan yang efektif.
B. KASUS AUDIT DI LUAR NEGERI
International Auditing and Assurance Standards Board
(IAASB) adalah merupakan badan yang dibentuk oleh International Federation of
Accountants (IFAC) sebagai badan pembuat standar auditing dan assurance.
Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga kategori. Pertama,
standar audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari
dua standar yaitu: International Standard on Auditings (ISAs), dan
International Standard on Review Engagement (ISREs). Selanjutnya, untuk
membantu penerapan standar auditing, IAASB mengeluarkan International Auditing
Practice Statement (IAPSs). IAPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan
praktis di dalam menerapkan standar auditing. Dan untuk penerapan standar review,
IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan batuan praktisnya.
Pedoman ini diberi nama International Review Engagement Practice Statement
(IREPSs). Kategori kedua, standar untuk penugasan assurance selain audit atau
review laporan keuangan historis. Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan
International Standard Assurance Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih
praktisnya, IAASB telah menerbitkan International Assurance Engagement Practice
Statements (IAEPS). IAEPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan
praktis didalam menerapkan standar assurance. Kategori terakhir adalah standar
untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan International
Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada
penugasan kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain. Untuk
penerapannya, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan bantuan
praktis yang diberi nama International Related Service Practice Statements
(IRSPSs). Selain mengeluarkan standar untuk pekerjaan auditor, IAASB juga
mengeluarkan standar untuk memberikan mutu pelayanan yang baik. Standar ini
dinamakan International Standard on Qualitiy Controls (ISQCSs).
Auditing
internasional menghadapi sejumlah masalah yang belum terpecahkan:
1.
Prinsip-prinsip
dasar. Apakah prinsip-prinsip dasar (IACP) bias diterima di seluruh dunia?
2.
Laporan
Auditor. Format dan bahasa pelaporan tidak seragam secara internasional.
3.
Kebebasan
Profesional. Kebebasan auditor menimbulkan masalah-masalah operasional dalam
kegiatan kerja internasional.
4.
Kondisi
Audit. Audit independent mungkin dalam beberapa kasus diwajibkan secara hokum
dan dalam kasus-kasus tertentu dilakukan secara sukarela, fee audit di satu
Negara mungkin ditentukan secara hokum dan di Negara-negara lain mungkin
bergantung pada mekanisme pasar, prosedur audit secara multinasional agak
kurang seragam dibandingkan dengan yang diharapkan, begitu pula dengan praktek
auditnya, tingkah laku professional diatur oleh hokum di beberapa Negara,
sementara di tempat-tempat lain hanya ada rekomendasi-rekomendasi dari
institute-institut professional tempat para auditor bernaung untuk mencapai
pengakuan dan penerimaan professional.
5.
Laporan
keuangan untuk digunakan di Negara lain: apakah pelaporan auditor domestic
mengenai suatu entitas domestic bisa menggunakan prinsip-prinsip akuntansi yang
diterima umum di Negara lain?
6.
Kepercayaan
pada Auditor Luar Negeri. Keseluruhan implikasi dari pemilih untuk percaya
kepada auditor lain masih tidak jelas, baik dalam pengertian professional
maupun dalam pengertian hokum.
7.
Kualifikasi
Profesi
8.
Keharusan
dilakukannya audit di luar negeri
9.
Politisasi
10.
Riset.
Bidang auditing masih kekurangan riset-riset yang relatif mendalam.
11.
Auditing
pemerintahan internasional.
12.
Penerapan
standar. Standar yang dikembangkan secara professional kurang memiliki kekuatan
hokum, potensi perrsetujuan ekonomis, dan yang lebih umum, pengakuan politik
dan diplomatic internasional, penerapan standar umumnya bergantung pada profesi
itu sendiri.
13.
Fungsi audit
intern dalam operasi bisnis multinasional tengah meningkat di dalam segala
dimensi dan berkembang dengan baik di seluruh dunia.
Kasus Bright
and Lorren
1.
Latar
Belakang
Frank Dorrance, seorang manajer audit senior Bright
and Lorren, CPA, baru saja diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk
mempromosikannya menjadi rekanan pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus
memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa sebelumnya. Baru saja
Frank ditugaskan untuk mengaudit “Machine International”, sebuah perusahaan
grosir besar yang mengirimkan barang ke seluruh dunia yang merupakan klien
Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank memperkirakan bahwa
Machine International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut
“tagih dan tahan” yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak
melakukan riset, Frank menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah
tepat untuk Machine International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan
yang menyimpulkan bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari
10 tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut
tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun
ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir,
tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan untuk
mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam
kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu
memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena
potensi implikasi hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang
menyatakan bahwa ia mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila
timbul suatu permasalahan hukum. Ia menutupnya dengan mengatakan, “Frank, rekan
harus bertindak seperti rekan. Bukan seperti meriam lepas yang berusaha membuat
hidup menjadi sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus berkembang sebelum saya
merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”
2.
Penyelesaian
Pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan
enam langkah untuk menyelesaikan dilema etis tersebut, antara lain:
a.
Terdapat
fakta-fakta yang relevan
Dalam kasus ini, fakta-fakta
tersebut adalah:
1)
Metode
pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode
yang dipertanyakan oleh pihak SEC.
2)
Setelah
melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi
Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada
tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.
3)
Frank
merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah
pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
4)
Rekannya
meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan metode
tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan
diyakini ketepatannya. Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi
suatu permasalahan hukum, maka ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal
tersebut.
b.
Mengidentifikasi
isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.
Isu etika dari dilema tersebut
apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk mengeluarkan pernyataan bahwa
ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan merupakan orang yang
membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat ini sebagai
manajer senior.
c.
Menentukan
siapa yang akan terkena pengaruh dari keluaran dilema tersebut dan bagaimana
cara masing-masing pribadi atau kelompok itu dipengaruhi. Dari kasus tersebut,
dapat kita ketahui bahwa siapa, bagaimana cara mempengaruhi Frank agar
sependapat dengan rekannya bahwa metode pengenalan pendapatan yang digunakan
oleh Machine International adalah metode yang tepat, dan agar Frank menerima
surat penawaran dari rekannya bahwa rekannya yang bertanggung jawab penuh jika
terjadi masalah hukum.
d.
Menentukan
alternatif-alternatif yang tersedia bagi Frank
1)
Menolak
untuk sependapat dengan rekannya
2)
Menolak
surat penawaran yang ditawarkan rekannya
3)
Memberitahu
Machine International bahwa metode yang digunakan tidak sesuai dengan SEC
4)
Menyetujui
pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya
5)
Meminta agar
rekannya mematuhi aturan yang terdapat pada SEC
6)
Menolak
untuk melakukan kegiatan penugasan tersebut
7)
Mengundurkan
diri dari perusahaan
e.
Konsekuensi
dari setiap alternatif
Jika ia menyetujui pendapat dan tawaran surat
pertanggungjawaban dari rekannya kemungkinan hal ini dapat berpengaruh besar
bagi hasil audit ini nantinya. Jika timbul permasalahan hukum maka hal ini
dapat membuat perusahaanya (Bright and Lorren, CPA), rekannya, dan ia sendiri
dituntut oleh kliennya karena melakukan kesalahan selama pelaksanaan audit.
f.
Tindakan
yang tepat keputusan sepenuhnya berada ditangan Frank, tentunya ia harus
mempertimbangkan masak-masak akan dilema yang dihadapinya saat ini. Secara
ekstrim, jika ia tetap menjunjung akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap
menuliskan ketidaksetujuannya akan keputusan rekannya dalam menangani kasus
tersebut, mengingat metode akuntansi yang digunakan klien tidaklah sesuai
dengan aturan yang diberikan SEC. Namun, jika ia menyetujui pendapat rekannya
maka kemungkinan ia akan memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia
peroleh 1 atau 2 tahun ke depan serta adanya pandangan bahwa ia telah
menunjukkan sikap menghargai dan menghormati keputusan rekannya. Sementara di
satu pilihan lainnya Frank dapat memilih untuk tidak melakukan kegiatan
penugasan tersebut melihat adanya risiko yang cukup besar pada hasil auditnya
nanti.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Auditor berfungsi memastikan bahwa representansi
keuangan seutuhnya bebas dari bias dan tersaji secara wajar sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum. Fungsi audit ini berkaitan
dengan kerangka-kerangka konseptual seperti agency theory, information
economics, permintaan dan penawaran audit, atribut-atribut produk audit, dan
asuransi dan hipotesis informasi. Kesimpulan dasarnya adalah insentif-insentif
ekonomi melandasi pihak-pihak untuk memiliki dan menawarkan suatu audit.
Menurut Prof. Wallace, audit memenuhi 3 permintaan eksplisit:
1.
Permintaan
akan adanya suatu mekanisme pengawasan
2.
Permintaan
bagi produksi informasi untuk memperbaiki keputusan-keputusan investor
3.
Permintaan
bagi asuransi/jaminan agar terlindung dari kerugian yang diakibatkan oleh
informasi yang menyimpang.
Biaya operasi yang disebabkan oleh saran auditor untuk
memperbaiki efisiensi operasi dapat dihemat, biaya property dan asuransi
kerugian keuangan menjadi lebih rendah, berkurangnya kerugian karena
kesalahan-kesalahan, biaya jasa-jasa pendukung menjadi lebih rendah, dan
semakin tinggi ketaatan pada peraturan.
Suatu audit memungkinkan kreditor, banker, investor,
dan pihak-pihak lain untuk menggunakan laporan keuangan dengan penuh keyakinan.
Walaupun audit tidak menjamin ketepatan laporan keuangan, audit memberikan
kepastian yang layak kepada para pemakai bahwa laporan keuangan entitas yang
dimaksud menyajikan secara wajar, dalam semua yang material posisi keuangan,
hasil-hasil operasi, arus kas sesuai GAAP. Suatu audit mempertinggi keyakinan
pemakai bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material karena
auditor adalah seorang yang independent, ahli yang objektif, yang paham
mengenai bisnis dan kewajiban-kewajiban pelaporan keuangan dan entitas yang
bersangkutan.